Melewati tahun 2023 yang dinobatkan sebagai tahun terpanas sepanjang sejarah, Masyita memasuki tahun 2024 dengan perhatian dan ketertarikan lebih pada perubahan iklim. Masyita mengawali perbincangan iklim tahun ini dengan menjadi salah satu panelis pada Indonesia’s Climate Risk Forum 2024. Kegiatan yang khusus mengumpulkan pemain di bidang keuangan ini diselenggarakan oleh Moody’s Analytics dan Bankers Association for Risk Management (BARa) pada Selasa, 16 Januari 2024.

Duduk di atas panggung bersama Mari Elka Pangestu, Rayendra Minarsa, dan Jewel Myrtel Bautista dalam sesi yang dipimpin oleh Setyo Wibowo usai pemaparan Dian Ediana Rei dan Agus Sudiarto sebagai “santapan yang mengenyangkan” bagi peserta acara yang hadir di Ballroom Hotel St. Regis, Sudirman, Jakarta tersebut.

Risiko Transisi dan Pendanaan Transisi

Dalam rentang waktu yang diberikan, Masyita menyampaikan pentingnya peran pendanaan transisi dalam menghadapi krisis iklim. Dewasa ini, risiko iklim sudah tidak dapat lagi dipandang sebelah mata. Kehadiran risiko iklim, termasuk risiko transisi dan risiko fisik, terasa semakin nyata di tengah-tengah masyarakat. Risiko ini akan terus terjadi, bahkan memburuk, jika dunia tetap melakukan business as usual. Tanpa meningkatkan dan mempercepat upaya penanganan iklim, dampak yang dirasakan masyarakat akan semakin buruk, bahkan mematikan.

Untuk itu, Masyita menekankan bahwa melakukan transisi bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keharusan. Namun dalam menerapkan transisi, terdapat beberapa catatan yang harus dipertimbangkan, terutama untuk negara berkembang. Pendanaan transisi masih menjadi salah satu isu yang masih dikhawatirkan oleh dunia.

Guna memastikan transisi iklim di dunia dapat tercapai secara adil dan terjangkau, perlu ada pergerakan dalam ekosistem pendanaan transisi global. Ekosistem tersebut harus terdiri dari mekanisme MRV (Monitoring, Reporting, Verification) yang baik, taksonomi transisi, dan kelas aset di seluruh instrumen pendanaan yang terdiri dari aktivitas transisi.