Sumber artikel dari situs Media Keuangan yang tayang pada 1 Agustus 2022 [tautan]
ETM Country Platform, Aksi Nyata Wujudkan Transisi Energi
Sejak revolusi industri di Inggris bahan bakar fosil sebagai sumber energi bagi industri mulai digunakan dan terus meningkat penggunaannya menggantikan bahan bakar kayu. Namun, tahukah kamu penggunaan sumber energi fosil selain menghasilkan energi yang dibutuhkan manusia, ternyata merupakan penyebab utama pemanasan global (global warming). Ketika kita membakar bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas alam, pembakaran ini juga akan melepaskan beberapa gas yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer.
Sebagai contoh, penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara dalam memenuhi pasokan listrik. Karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari pembakaran batu bara merupakan kontributor utama pemanasan global. Dampak yang ditimbulkan akibat pemanasan global antara lain peningkatan suhu yang memunculkan berbagai penyakit baru, kekeringan yang mengakibatkan sulit panen hingga kebakaran hutan. Selain itu, pemanasan global juga memicu kenaikan permukaan air laut dengan peningkatan yang terjadi adalah 3,2 milimeter per tahun. Sebagai negara kepulauan, Indonesia menjadi negara yang rentan terhadap dampak tersebut. Kesemua dampak tersebut tentu saja akan mengarah pada bencana yang lebih besar lagi yakni kekurangan makanan karena sektor Perikanan, pertanian dan perkebunan, hingga peternakan berada dalam risiko besar karena perubahan iklim dan juga hilangnya banyak spesies.
Lebih dari itu, penggunaan bahan bakar fosil juga berefek negatif pada perubahan iklim yang ternyata berdampak pada kemiskinan. Dalam laporan Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC) yang rilis pada 28 Februari 2022, diperkirakan 32 – 132 juta orang akan masuk dalam kemiskinan ekstrem akibat perubahan iklim. Pemanasan global akan membahayakan ketahanan pangan serta meningkatkan kematian terkait panas, penyakit jantung, dan tantangan kesehatan mental.
“Jadi perubahan iklim itu bukan sesuatu lagi yang ada di teori ya. Perubahan iklim itu betul-betul nyata. Faktanya, setiap tahun terjadi kenaikan permukaan laut sebesar 3,2mm. Bayangkan negara kepulauan seperti Indonesia pasti akan terdampak. Belum lagi perubahan suhu akibat efek gas rumah kaca yang memicu banyak bencana termasuk kekeringan, angin topan, dan banjir,” tutur Masyita Crystallin, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi.
Mekanisme Transisi Energi sebagai upaya menuju emisi nol di 2060
Demi menjaga kesehatan masyarakat dan kelangsungan lingkungan hidup, pemerintah melakukan beragam upaya dalam mencapai penurunan emisi. Saat ini, sumber energi kita sebagian besar adalah energi fosil. Namun, sebetulnya Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang besar seperti tenaga surya, bayu, atau hidro. Akan tetapi, energi terbarukan ini memiliki karakteristik yang sifatnya intermiten, contohnya tenaga surya yang keluaran dayanya tidak selalu ada ketika diperlukan atau bergantung pada kondisi. Sementara, jika satu negara beralih ke energi terbarukan diperlukan beban dasar (base load) yang cukup kuat agar energi tetap terpasok secara stabil.
Untuk itu, salah satunya upaya yang dilakukan adalah melalui mekanisme transisi energi atau energy transition mechanism (ETM). ETM adalah rencana strategis yang dapat mendorong peningkatan infrastruktur energi Indonesia dan mempercepat transisi energi menuju emisi nol bersih dengan cara yang adil dan terjangkau di 2060 atau dipercepat.
“ETM adalah mekanisme yang dibuat bersama oleh semua pihak di dalam pemerintah. Selain memastikan energi dapat tersuplai dengan baik, pemerintah juga ingin memastikan energi ini adil dan terjangkau. Peran pemerintah pada transisi energi ini sebagai catalytic financing yang membantu proyeknya financially viable. Jadi ada instrumen yang akan disediakan pemerintah, baik itu instrumen dari sisi equity maupun instrumen dari sisi finansial dengan loan,” terang Masyita.
Menurut Yose Rizal Damuri, Executive Director, Center for Strategic and International Studies (CSIS) persoalan transisi energi tidak lagi melihat kemampuan suatu negara, tetapi sudah menjadi keharusan. Terlebih lagi, saat ini tekanan untuk beralih ke energi yang lebih bersih juga cukup besar dari kalangan internasional khususnya para investor.
“Jadi bukan soal kita ikut serta dalam fighting climate change atau nggak, tapi juga ada tekanan untuk itu. Bukan dari pemerintah saja, beberapa perusahaan di Indonesia juga mendapat tekanan dari investor dan pasar mereka. Investor ingin melihat berapa persen energi terbarukan yang digunakan. Begitu pula konsumen di negara maju, kemungkinan meminta barang yang dikonsumsi diproduksi secara sustainable dengan misalnya menggunakan renewable energy. Mau tidak mau kita harus mengikuti sebab jika kita gagal melakukan transisi energi tersebut akan membuat ekonomi menjadi terbebani,” ucap Yose.
Peluncuran ETM Country Platform
Komitmen kuat dari Pemerintah Indonesia dalam menangani perubahan iklim tercermin dalam peluncuran ETM Country Platform. Soft launching ETM Country Platform juga menjadi bagian dari rangkaian side events pertemuan FMCBG G20 ketiga di Bali beberapa waktu lalu. Ini merupakan kerangka yang menyediakan kebutuhan pembiayaan dalam mempercepat transisi energi nasional dengan memobilisasi dana yang bersumber dari publik dan swasta secara berkelanjutan.
“Jadi, Country Platform ini bentuknya semacam wadah koordinasi di mana PT SMI ditunjuk sebagai manajer. Kita juga memiliki steering committee yakni para menteri, lalu pelaksana dari berbagai Unit Eselon 1 di berbagai kementerian terkait, dan tentu saja PLN. Saat ini Kemenkeu bersama dengan kementerian lain, PLN, PT SMI, dan ADB sedang membuat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk memastikan semua instrumen untuk catalytic financing ada di dalam platform,” jelas Masyita.
Menanggapi peluncuran ETM Country Platform, Yose berpendapat bahwa ada dua aspek yang menunjang keberhasilan Country Platform tersebut.
“Pertama, tentunya Country Platform ini harus bisa mendayagunakan atau memberikan usulan bagaimana financing dari berbagai proyek terkait transisi energi. Aspek kedua adalah action plan. Country Platform ini harus memiliki target yang juga dilengkapi dengan proses monitoring dan evaluasi dari target tersebut,” kata Yose.
Tantangan dalam transisi energi
Transisi energi tidak hanya sekadar peralihan penggunaan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan, tetapi begitu banyak aspek kompleks yang perlu ditransformasikan agar transisi energi dapat berjalan baik. Kelebihan pasokan listrik, infrastruktur energi terbarukan, dan harga energi menjadi tantangan.
“Tantangan pertama adalah kita masih punya oversupply listrik. Mengapa ini penting untuk dipertimbangkan? Sebab, bisa mubazir. Jadi, untuk setiap energi pemerintah masih memberikan subsidi terutama untuk golongan miskin dan rentan. Jadi, oversupply ini harus diselesaikan dulu dan jika nanti sudah mulai menipis baru kita bisa memberhentikan PLTU secara perlahan untuk kemudian digantikan dengan energi terbarukan,” ucap Masyita.
Masyita menambahkan jika Indonesia beralih cepat ke energi terbarukan tantangan selanjutnya adalah menyiapkan infrastruktur. Menurutnya, jika proporsi energi terbarukan semakin banyak dalam suplai listrik Indonesia, maka dibutuhkan upgrading grid agar bisa mengatasi beban energi terbarukan yang lebih tingggi dari sisi intermitennya. Selain itu, secara biaya juga harus dipastikan bahwa energi terbarukan ini terjangkau bagi konsumen, tetapi tetap memberikan pemasukan yang layak bagi PLN.
Hal senada juga diungkap Yose bahwa faktor pembiayaan dan regulasi menjadi tantangan dalam implementasi transisi energi. Ia menambahkan pula pentingnya peran industri listrik dalam menyukseskan pemanfaatan energi terbarukan.
“Salah satunya memang pembiayaan tentunya. Tapi ada juga yang lain-lainnya, regulasi misalkan. Karena kita tahu bahwa yang namanya energi terbarukan atau clean energy hanya bisa disalurkan melalui melalui listrik. Kalau fossil fuel itu banyak macamnya, banyak produknya. Tetapi kalau renewable energy cuma satu sekarang, paling gak dengan teknologi sekarang, melalui listrik. Jadi industri listrik sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dari energi transisi,” ujar Yose.
Harapan terhadap ETM Country Platform
Masyita berharap agar kebijakan ETM dapat berjalan baik terutama di sisi implementasi. Mekanisme dalam menciptakan catalytic financing sangat diperlukan sehingga crowding in private investment bisa dilakukan.
“Memang energi dan transportasi itu adalah sektor kedua terbesar dalam roadmap NDC kita. Tapi, satu metrik ton pengurangan emisi karbon di hutan dibandingkan satu metrik ton pengurangan emisi di energi itu biayanya memang jauh lebih mahal. Jadi set up regulasi, instrumen, kemudian policy tools itu memang harus seamless supaya ini bisa berjalan dengan baik,” harap Masyita.
Sementara itu, menurut Yose Country Platform ini bisa menjadi platform yang dapat menyatukan berbagai aspirasi, perspektif, dan kepentingan berbagai pihak yang terlibat. Untuk itu, sebaiknya harus bersifat terbuka dan dipegang oleh satu institusi agar lebih efektif.
“Tentunya kita berharap Country Platform ini tidak hanya menyediakan financing dari project-project energi transisi, tetapi juga memberikan semacam dorongan atau support untuk climate change lebih luas. Harapannya platform ini tidak hanya mengenai teknik transisi energi, tetapi juga soal membangun arah tujuan bersama dari berbagai aspirasi dan interest yang berbeda agar bisa sejalan dan kemudian memiliki political will yang sama khususnya dalam menghadapi climate change,” pungkas Yose.
0 Comments