Perekonomian Indonesia saat ini dalam kondisi consciously optimistic, dikarenakan fundamental yang baik. Hal ini dikatakan Masyita Crystallin, dalam The Indonesia 2023 Summit di Kempinski Grand Ballroom pada Kamis, 27 Oktober 2022. Bersama dengan Hiroshi Watanabe (President of the Institute for International Monetary Affairs, Former CEO of JBIC), Bambang Brodjonegoro (former Finance Minister and Head of National Development Planning Agency), and Shinta Kamdani (Chair of B20 Indonesia / CEO of the Sintesa Group) dan Kania Sutisnawinata, Masyita terlibat dalam sesi diskusi Tackling Uncertainty to Build Sustainable Economic Recovery pada Indonesia 2023 Summit: Rebuild the Economy.
Masyita menambahkan bahwa sejak semester I 2022, semua komponen PDB Indonesia per sektor sudah lebih tinggi daripada sebelum pandemi. Bahkan pada tahun lalu, semua sektor sudah mengalami kenaikan kecuali transportasi dan sektor makanan-minuman. Retail sales index sudah tumbuh di atas 5%. PMI sudah di zona ekspansif, begitu pula berbagai high frequency indicator lainnya. Selain itu, sepanjang dua tahun pandemi, dari sisi credit rating Indonesia berhasil mempertahankan stable outlook. Ini merupakan capaian yang luar biasa karena tiga lembaga rating dunia (S&P’s, Moody’s, dan Fitch) melakukan rating downgrade sebanyak 124 kali pada 53 negara, dan 39 kali pada 26 negara di tahun 2021. Debt-to-GDP ratio semester I 2022 mengalami penurunan menjadi sebesar 39%.
Indonesia saat ini juga mengalami surplus fiskal sebesar 0,33% GDP per akhir September 2022, dan bahkan penerimaan perpajakan per 30 September 2022 sudah mencapai 1.542,64 triliun rupiah, naik 53,22% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tingkat pengangguran Indonesia juga sudah turun sebanyak 0,35 juta orang dari puncaknya di pandemi.
Namun demikian, Indonesia juga masih harus cautious karena kondisi global masih banyak risiko. Kontraksi moneter di negara maju terutama US membuat era strong dollar dan emerging market currencies bisa jadi melemah disertai capital outflow. Inflasi global yang disebabkan disrupsi global supply chain dan perang Rusia-Ukraina masih menjadi tantangan bersama. Banyak negara maju yang terancam masuk ke dalam resesi ekonomi. Tentu sebagai major trading partner, Indonesia dapat terpengaruh. Memang dalam manajemen ekonomi, Indonesia harus bisa tarik-ulur antara supporting growth dan untuk mengelola risiko serta volatilitas.
Simak selengkapnya di sini