Pandemi COVID-19 memberikan dampak luas terhadap ekonomi global. Besarnya ancaman resesi, hampir tak pernah terbayangkan sebelumnya. Bahkan, International Monetary Fund (IMF) menyebut wabah Covid-19 ini adalah resesi terdalam sejak the Great Depression tahun 1930. Oleh karena itulah, Bank Sentral Amerika, the Fed, mengeluarkan berbagai kebijakan yang tidak biasa dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19. Bahkan, lebih dari yang sudah dikeluarkannya pada tahun 2008. Apa saja kebijakan-kebjakan moneter yang dibuat oleh the Fed ini?
Pertama, penurunan suku bunga acuan. Suku bunga acuan dipangkas dengan salah satu pemotongan terbesar dalam satu dekade. Tidak tanggung-tanggung, the Fed pun memberikan forward guidance bahwa suku bunga akan ditahan rendah selama yang dibutuhkan. Selain itu, untuk mendukung pasar finansial, the Fed juga melakukan Quantitative Easing (QE) dengan membeli surat berharga treasury dan surat berharga beragun efek atau mortgage backed securities (MBS). Ini pernah dilakukan pula di 2008. Namun, saat ini the Fed memperluas dengan memasukkan MBS komersial (di tahun 2008 hanya MBS yang dijamin Pemerintah), dengan jangka waktu pembelian yang belum ditentukan kapan berakhirnya.
Kedua, melindungi berjalannya pasar money market. Dengan permintaan redemption, atau penarikan uang kembali dari investor pasar uang, yang cukup tinggi, likuiditas pasar money market dapat terganggu jika tidak diintervensi. Di Amerika Serikat, pasar money market sangat penting. Itu mengingat money market merupakan salah satu instrumen investasi yang banyak digunakan oleh investor perseorangan maupun korporasi.
Kebijakan utk mendukung money market diantaranya: pinjaman langsung kepada primary dealers (PDCF) dan fasilitas likuiditas untuk money market mutual funds (MMLF). Dengan MMLF, the Fed dapat memberi pinjaman ke bank menggunakan money market funds sebagai kolateral.
Selain kedua fasilitas ini, the Fed juga membeli repo untuk money market, dengan tidak menyebutkan maksimal pembelian yang dapat dilakukan the Fed, mengisyaratkan bahwa the Fed dapat membeli dalam jumlah yang tidak terbatas. Hal ini dirasa perlu untuk menyuntikkan kepastian pada pelaku pasar bahwa pasar money market akan tetap berfungsi.
Yang sedikit berbeda dengan krisis ekonomi tahun 2008 adalah dampak pandemi Covid-19 ini justru menghantam sektor riil. Sedangkan, krisis ekonomi tahun 2018 hanya menghantam sektor finansial. Oleh karenanya, kali ini the Fed melakukan pinjaman langsung ke dunia usaha, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Bahkan, pinjaman untuk Pemerintah Daerah (municipality) untuk menghindari kebangkrutan secara masif.
Ketiga, the Fed dapat membeli obligasi korporasi di pasar perdana melalui fasilitas primary market corporate credit (PMCCF), di pasar sekunder (termasuk exchange-traded funds (ETFs) yang berinvestasi di obligasi korporasi melalui fasilitas secondary market corporate credit (SMCCF) dan commercial papers funding (CPFF). Untuk UMKM dengan jumlah pegawai maksimal 10.000 dan penerimaan kurang dari $2.5 Milyar, the Fed memberikan pinjaman langsung. Tidak tanggung-tanggung, pinjaman diberikan selama 4 tahun dengan skema risk sharing dengan pembagian the Fed vs Bank (95:5).
Keempat, dukungan langsung terhadap konsumen juga diperluas cakupannya. Fasilitas term asset-backed securities loan (TALF), diperluas jenis kolateralnya. Ditambahkan MBS komersial dan kredit konsumsi (termasuk student loan, kartu kredit dan kredit kendaraan bermotor). Untuk Pemerintah Daerah, the Fed dapat melakuan pinjaman langsung melalui municipal liquidity facility dan menambahkan munis (obligasi pemerintah daerah) sebagai kolateral fasilitas lain (MMLF dan CPFF).
Apa yang dilakukan the Fed dapat menjadi gambaran betapa seriusnya dampak pandemi COVID-19 terhadap perekonomian. Di samping itu, tentu saja the Fed atau bank sentral negara lain tidak dapat bekerja sendirian. Adapun caranya bisa berbeda sesuai kondisi perekonomian masing-masing. Tapi, tujuannya sama: Memberi bantuan napas pada perekonomian. Koordinasi dan kerja sama yang erat antara regulator kebijakan moneter dan fiskal (dalam hal ini Pemerintah) akan membawa hasil yang lebih baik.
The Fed sepertinya sudah habis-habisan mencoba segala cara. Almost everything under the sun.
Baca juga: Menyongsong Pertumbuhan Ekonomi 8% di Indonesia, Mungkinkah?