Masyarakat Energi Baru Terbarukan Indonesia (METI) menggelar konferensi dan pameran energi terbarukan tahunan yang didukung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, The 10th Indo EBTKE Conex 2021. Tema yang diangkat tahun ini adalah “Energy Transition Scenario Towards Net Zero Emission”. Mewakili Menteri Keuangan RI, Masyita menjadi pembicara utama pada sesi plenary 4: Investment Forum dengan topik “Mobilizing of Financial to Support Renewable Energy in Energy Transition Toward Net Zero Emission in Indonesia”, tanggal 24 November 2021. Acara dibuka oleh Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti, mewakili Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Beberapa pembicara yang juga hadir dari British embassy Jakarta, Amanda Mcloghlin, sedangkan pada diskusi panel, dihadiri oleh PT Pertamina Power Indonesia, PLN Indonesia, Infraco Asia, dan PT Saran Multi Infrastruktur (SMI).
Seperti kita ketahui, perjanjian Paris menjadi milestone penting dalam pengembangan EBT. Indonesia berkomitmen untuk membatasi emisi gas rumah kaca (GRK), serta mendorong pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Selain itu adanya target peningkatan bauran energi terbarukan, dengan target bauran energi nasional mencapai 23% pada tahun 2025. Tentunya agenda pengembangan EBT membutuhkan pendanaan yang signifikan, berasarkan Second Biennial Update Report (BUR), kebutuhan pendanaan sektor energi dan transportasi memerlukan Rp3.500 triliun atau 92,6% dari total kebutuhan pendanaan mitigasi. Kemampuan pendanaan APBN dan tren investasi saat ini menunjukkan sebanyak 40% dari target kebutuhan investasi hijau unconditional NDC tidak terpenuhi, sedangkan untuk mencapai target conditional NDC, 55% tidak akan terpenuhi. Untuk mengatasi gap tersebut, maka kebijakan fiskal perubahan iklim diarahkan untuk mengoptimalkan pendanaan yang ada serta memobilisasi pendanaan di luar APBN baik domestik maupun internasional. Selain itu, pemerintah menerbitkan dua regulasi yang membuka jalan untuk penerapan carbon pricing di Indonesia, yang disebut sebagai Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Mekanisme carbon pricing ini diharapkan dapat berkontribusi untuk menutup gap pembiayaan dengan memanfaatkan kekuatan pasar.
Untuk lebih lengkapnya, simak The 10th Indo EBTKE Conex 2021 : Mobilizing of Financial to Support Renewable Energy in Energy Transition Toward Net Zero Emission in Indonesia”, yang telah diunggah di kanal METI IRES.
0 Comments