Pertumbuhan ekonomi seluruh negera di dunia sedang mengalami kontraksi akibar pandemi Covid-19. Tidak ada yang tidak mengalami kontraksi. Tidak terkecuali pertumbuhan ekonomi Indonesia. Indonesia termasuk beruntung mengalami kontraksi tidak sedalam negara-negara lain, seperti pertumbuhan ekonomi China pada kuartal ini jatuh menjadi -6,8%, Perancis -5,4%, dan Singapura -2,20%.
Pengaruh COVID-19 terhadap perekonomian Indonesia belum terlalu dalam dibandingkan dengan negara-negara lain. Piter Abdullah, ekonom dan Direktur Riset CORE Indonesia, menyatakan bahwa secara fundamental, kondisi makroekonomi Indonesia masih baik. Pertumbuhan ekonomi tahun ini akan tertekan, tetapi yang perlu juga dicermati adalah pertumbuhan ekonomi setelah pandemi, yaitu pada 2021.
Sebagai ekonom, Peter mengapresiasi apa yang telah dilakukan Pemerintah dan Otoritas terkait (BI, OJK, LPS, dan KSSK) harus diapresiasi karena merespon sangat cepat dengan memberikan stimulus pada perekonomian. Baik stimulusnya itu dari segi demand (permintaan) maupun dari segi supply-nya (penawaran). Dari segi demand ada bantuan untuk masyarakat terdampak. Bantuan-bantuan dari Pemerintah sangat dibutuhkan baik untuk sektor formal dan informal.
Stimulus yang diberikan Pemerintah tidak bisa mengembalikan ekonomi seperti sedia kalan di tahun 2020 ini. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ini lebih sebagai shock absorber atau peredam kontraksi ekonomi di tahun ini.
Secara garis besar, biaya Pemulihan Ekonomi Nasional akan digelontorkan untuk sisi permintaan (demand) sebesar Rp205,20 triliun dan untuk penawaran (supply) sebesar Rp384,45 triliun. Kehati-hatian dalam mengkalkulasi biaya pemulihan ini dibekali payung hukum karena berkaitan dengan perubahan anggaran yang diperlukan, sehingga perlu merevisi postur APBN 2020 dalam Perpres No 54/2020. Program PEN diatur dalam PP 23/2020 sebagai implementasi Pasal 11 PERPPU 1/2020 yang telah diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 2/2020.
Dari sisi demand, kebijakan PEN antara lain dilakukan dengan memberikan berbagai perlindungan sosial untuk masyarakat miskin, rentan miskin, serta masyarakat berpendapatan menengah. Berbagai program yang disediakan antara lain Program PKH, Sembako, Bansos, Kartu Prakerja, Diskon Listrik, dan BLT Dana Desa. Sementara dari sisi supply, pemerintah berkomitmen memberikan dukungan bagi dunia usaha strategis seperti Ultra Mikro dan UMKM, BUMN vital, serta korporasi di sektor hardest hit (pariwisata, infrastruktur, transporasi, pertanian, perikanan, kelautan), sektor padat karya).
Dalam perspektif pengamat ekonomi, Piter Abdullah menyampaikan bahwa besaran anggaran untuk sisi demand sudah tepat. Bahkan, menurut perhitungan lembaganya, CORE Indonesia, dalam skenario terburuk anggaran yang digelontorkan masih kurang. Fleksibilitas fiskal, antara lain melalui pelonggaran defisit secara prudent sebagaimana diatur dalam Perppu 1/2020 (yang telah ditetapkan oleh UU No. 2/2020) diperlukan untuk memberikan ruang gerak bagi pemerintah dalam menghadapi pandemi COVID-19. Lebih lanjut Piter menyampaikan bahwa disiplin fiskal Indonesia terlalu ketat ibarat orang kurus diminta untuk diet.
Dalam kebijakan PEN, pemerintah juga memberikan perhatian khusus untuk sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sektor konsumsi merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional karena mencakup 55% Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sektor ini sangat bergantung pada sektor nonformal dan UMKM yang merupakan bagian besar dari ekonomi. Ketika konsumsi turun, maka tenaga kerja juga turun dan menimbulkan pengangguran. UMKM paling terpukul ketika konsumsi masyarakat turun jauh. Pada krisis 1998 dan 2008, sektor nonformal dan UMKM menjadi shock absorber perekonomian saat krisis.
Kesulitan UMKM dan dunia usaha saat ini adalah liquiditas. Program pemerintah sudah banyak, namun beban dunia usaha lebih kompleks dari itu. Koordinasi antara fiskal dan moneter dalam bauran kebijakan akan sangat bermakna. Dunia usaha sudah mendapatkan kelonggaran namun tetap tidak ada pemasukan (cash in). Oleh karenanya, yang dibutuhkan dunia usaha juga suntikan liquiditas.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai salah satu kebijakan Pemerintah yang berdasarkan bukti (evidence based policy) untuk mengatasi dampak COVID-19. Ini dilakukan agar tidak mengoreksi ekonomi lebih dalam karena pandemi Covid-19 adalah kejadian belum pernah terjadi sebelumnya (unprecendented) dan penuh ketidakpastian. Di samping itu, PEN juga bertujuan untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan dan menjaga kemampuan ekonomi para pelaku usaha yang terdampak pandemi COVID-19 dan menjawab persoalan dari sisi demand dan supply serta menyasar masyarakat, UMKM, dunia usaha, bahkan termasuk pemerintah daerah.
Hallo Sita, seneng deh lihat Sita sekarang, so shining dan inspiring.
semoga membawa manfaat utk bangsa ya Sita….
oya, aq Dewi dl kita bareng pas di ANU, tp aq ambil statistics.
setuju dg tulisan ini, PDB kita msh di dominasi konsumsi dan di sisi lain UMKM adl bagian besar dr pelaku ekonomi Indo.
Pelaku UMKM banyak menggunakan komponen lokal utk produksinya, dengan tenaga kerja lokal yg jumlahnya tidak sedikit. Penguatan UMKM tentunya akan berdampak sangat bagus utk pemulihan ekonomi.
sayangnya, konsumen dr hasil produksi UMKM sebagian besar masih masyarakt Indo sendiri, belum banyak yang menembus ekspor.
Artinya, ketika pendapatan masy berkurang, akan sangat berdampak terhadap kelangsungan UMKM.
Lebaran kemarin, aq pikir akan jadi momen yg bagus utk membantu pemulihan UMKM. sayangnya THR tidak jadi dibayarkan penuh, meskipun pasti ada efek baiknya (THR msh bisa dibayarkan meski 1/2) tp bukannya jd krg maksimal?
atau mungkin untuk mencegah ASN mudik ya? atau ada tujuan lain?