Tempo.co– Peringatan Hari Kartini tahun ini dapat dimaknai lebih dalam di tengah pandemi coronavirus desease 2019 (Covid-19). Berdasarkan data Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), hingga 16 April, sebanyak 24 dokter meninggal dunia terkait Covid-19. Lima di antaranya adalah perempuan. Penghargaan tertinggi selayaknya kita berikan kepada mereka.
Dalam beberapa dekade terakhir, peningkatan keterlibatan perempuan dalam bidang kesehatan dan sektor-sektor lain terus digaungkan. Peran mereka semakin signifikan dan dapat bermitra sejajar dengan kaum laki-laki yang menjadi kunci pembangunan yang inklusif sekaligus menunjukkan kepekaan kita terhadap kesetaraan gender.
Menurut Data Bank Dunia, beberapa indikator terkait perempuan di Indonesia menunjukkan peningkatan. Sepanjang 2007-2017, misalnya, persentase perempuan yang melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi meningkat, dari 6,2 persen menjadi 9,15 persen. Persentase perempuan yang mendapatkan upah di pasar lapangan kerja juga meningkat, dari 32,6 persen menjadi 41,6 persen. Sejalan dengan data tersebut, angka kematian ibu melahirkan turun, dari 243 menjadi 177 kematian per 100 ribu kelahiran. Sementara angka harapan hidup perempuan meningkat, dari 70 tahun menjadi 73,5 tahun.
Namun, pada 2018, persentase perempuan berusia 15 tahun ke atas yang berpartisipasi dalam angkatan kerja hanya 50,7 persen. Menurut standar internasional angka ini termasuk rendah. Bandingkan, misalnya, dengan Kamboja, negara dengan pendapatan dometik bruto terendah kedua di ASEAN, dengan angka partisipasi sebesar 81,2 persen. Vietnam dan Thailand juga memiliki persentase yang lebih tinggi, masing-masing 73,2 dan 60,3 persen.
Laporan Women, Business, and the Law dari Bank Dunia yang terbit tahun ini menyebutkan bahwa dalam dua tahun terakhir, 40 negara telah memperkenalkan peraturan baru, seperti cuti hamil yang dibayar lebih lama dan perlindungan terhadap perempuan dari kekerasan di tempat kerja. Laporan itu memaparkan 62 reformasi peraturan di 40 negara sepanjang 2017-2019. Dari 190 negara yang diukur, Indonesia mendapatkan skor 64,4 dari skala 100. Angka ini masih di bawah skor rata-rata global (75,2) dan negara-negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam (78,8), Thailand (78,1), dan Filipina (81,3). Indeks untuk negara kita juga masih di bawah India (74,4) dan (Cina 75,6).
Di luar angka-angka tersebut, tantangan yang dihadapi oleh perempuan pekerja di Indonesia saat ini semakin kompleks. Salah satunya adalah dinamika menjalani peran ganda sebagai ibu dan pekerja. Masih cukup banyak perempuan pekerja yang memiliki orang tua dari generasi baby boomers. Ketika suami dan istri dari sebuah keluarga muda bekerja, misalnya, orang tua dari generasi ini terkadang masih dapat memberikan bantuan dalam bentuk childcare giving. Ke depan, angka orang tua yang dapat memberikan dukungan semacam ini diperkirakan akan semakin menurun karena waktu pensiun yang lebih lama.
Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang cukup tinggi untuk mendorong peningkatan peran perempuan dalam pembangunan. Melalui Anggaran Responsif Gender, pemerintah berupaya menyusun anggaran yang responsif terhadap kebutuhan perempuan dan laki-laki dengan tujuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Di samping itu, gerakan pengarusutamaan gender juga terus dipromosikan. Berbagai program, kebijakan, dan kegiatan pembangunan nasional dan daerah harus mendukung tercapainya tujuan kesetaraan dan keadilan gender sejak dari tahap perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi.
Di luar kedua upaya di atas, pemberdayaan dan peningkatan partisipasi perempuan dalam pembangunan dapat lebih ditingkatkan melalui upaya lingkungan yang kondusif (enabling environment). Dalam tataran implementasi, beberapa contoh upaya ini adalah dengan menambah ketersediaan day care, menambah pilihan waktu cuti melahirkan, memberikan kesempatan karier kepada perempuan setelah melahirkan, dan membuat lingkungan kerja yang lebih ramah keluarga.
Beberapa negara telah melakukan upaya-upaya ini. Sebagai salah satu negara dengan angka partisipasi perempuan dalam ekonomi tertinggi di Asia (63,9 persen pada 2013), Cina menunjukkan dukungannya melalui beberapa peraturan dan program pembangunan. Sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang Perlindungan Hak-hak dan Kepentingan Perempuan 1992, misalnya, pemerintah Cina menjamin enam hak kesetaraan perempuan dalam politik, pendidikan, pekerjaan, kepemilikan properti, hak asasi pribadi, serta perkawinan dan keluarga.
Malaysia juga mampu meningkatkan jumlah partisipasi perempuan dalam pembangunan dengan beberapa kebijakan, seperti menambah durasi cuti melahirkan bagi perempuan pekerja swasta menjadi 90 hari, memberlakukan kuota minimal 30 persen bagi partisipasi perempuan dalam kepemimpinan di institusi pemerintahan dan perusahaan, serta pengecualian pajak penghasilan maksimum 12 bulan kepada perempuan pekerja yang mengambil jeda karir karena melahirkan dan merawat anak tapi berniat kembali bekerja dalam waktu maksimal dua tahun.
Dalam Global Gender Gap Index 2020 oleh Forum Ekonomi Dunia (WEF), Indonesia menempati posisi 85 dari 154 negara. Indonesia dinilai telah membuat kemajuan yang cukup signifikan dalam melibatkan perempuan dalam perekonomian dan kesempatan berusaha. WEF memberikan rekomendasi agar Indonesia mengatasi isu kesenjangan distribusi pendapatan karena pendapatan perempuan pekerja hanya setengah dari yang diperoleh laki-laki.
*) Tulisan ini merupakan pandangan pribadi penulis.
Artikel di Tempo.co. bisa diakses di sini.