Artikel majalah Women Obsession pada tanggal 30 September 2022 dapat diakses secara online di sini.
Diamanahi untuk bertugas sebagai Staf Khusus Menteri Keungan Republik Indonesia, Masyita turut mengemban peran Komisaris salah satu holding BUMN (Badan Usaha Milik Negara), Indonesia Financial Group (IFG). Menjadi sosok yang inspiratif, Masyita menjalani kehidupan dengan multiperan mulai dari sebagai Stafsus Menkeu RI, Komisaris IFG, juru bicara INA (Indonesia Investment Authority), hingga seorang Ibu di rumah. Pengalaman ini Masyita bagi kepada majalah Women Obsession edisi September 2022.
***
IFG berkomitmen membuat layanan asuransi menjadi lebih sehat dan sustainable. Ada banyak hal yang telah diperbaiki dan terus ditingkatkan untuk membuat bisnis asuransi dan penjaminan yang kuat dan sustainable, selain baik untuk pendalaman pasar, baik juga sebagai sumber pendanaan jangka panjang dalam negeri.
Ditetapkannya Indonesia Financial Group (IFG) sebagai BUMN Holding Asuransi Penjaminan dan Investasi di tahun 2020 menjadi momentum bersejarah bagi Indonesia. IFG merupakan holding yang dibentuk untuk berperan dalam pembangunan nasional melalui pengembangan industri keuangan lengkap dan inovatif melalui layanan investasi, perasuransian dan penjaminan. Masyita Crystallin, kemudian ditunjuk oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai komisaris IFG. Ini menjadi peran yang menantang bagi sang ekonom yang saat ini menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi.
Masyita mengatakan jajaran komisaris dan direksi bertekad dan berusaha dengan sebaik-baiknya menggabungkan berbagai perusahaan yang memiliki nature berbeda-beda ini menjadi bagian dalam holding IFG. Dengan anggota perusahaan yang bergerak di bidang asuransi dan penjamin yang terdiri dari PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja (Jasa Raharja), PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo), PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), dan PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life). Termasuk juga di dalamnya ada PT Bahana Sekuritas, PT Bahana TCW Investment Management, PT Bahana Artha Ventura, PT Bahana Kapital Investa dan PT Grahaniaga Tatautama.
Dia menerangkan, “Ini menjadi pekerjaan yang tidak mudah, sebab perusahaan yang bergabung di IFG adalah perusahaan asuransi dan penjaminan dengan size bisnisnya kebanyakan berkategori cukup besar. Itulah sebabnya, kami sedang berusaha menyederhanakan Line of Business atau LoB dan berusaha memperbaiki sisi-sisi bisnis yang harus ditingkatkan. Termasuk menciptakan inovasi, menyederhanakan berbagai lini bisnis dari anak perusahaan maupun cucu perusahaan, agar dalam pengembangan lebih fokus, sehingga lebih optimal dalam memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat. Berbagai inovasi termasuk digitalisasi proses bisnis dan juga pengembangan produk terus dikembangkan.
Sebagian besar anak perusahaan dalam IFG bergerak di industri asuransi, IFG Holding ingin mengembalikan marwah industri asuransi, yaitu memberi proteksi terhadap masyarakat. Saat ini di Indonesia industri asuransi masih rendah, sekitar 5.5% dari PDB, jauh lebih rendah dari negara peers seperti Malaysia 20.33% dan Singapura 47.55%. Sementara industri asuransi dibutuhkan sebagai pendukung pendanaan pembangunan yang sifatnya jangka panjang, sehingga tidak terjadi mismatch antara kebutuhan investasi jangka panjang dan pendanaannya. Selama ini di Indonesia ketersediaan pendanaan masih didominasi perbankan dengan proporsi sebesar 58% dari PDB. IFG diharapkan dapat mengisi peran ini untuk memajukan industri asuransi dan penjaminan.
Pada masa pandemi Covid-19 seluruh sektor usaha terkena imbas, misalnya yang terkait Non-Performing Loan (NPL) dari perbankan meningkat, tentu akan membawa dampak ke sektor asuransi. Di saat yang bersamaan IFG terus melakukan reformasi, agar lini bisnisnya menjadi lebih kuat dan sehat dan dalam situasi yang tidak menentu tetap bisa bertahan, bahkan berkembang lebih baik lagi setelah masa pandemi.
IFG juga berkomitmen membuat layanan asuransi menjadi lebih sehat dan sustainable. Ada banyak hal yang telah diperbaiki, contohnya dalam bisnis asuransi sangat diperlukan pencadangan dana yang cukup. “Hal ini kami terus tingkatkan, sehingga perusahaan tetap sehat, termasuk ketika guncangan ekonomi terjadi. Manajemen risiko terus diperbaiki, sehingga perusahaan dapat menjadi lebih sustainable pengembangannya ke depan. Termasuk melakukan pendekatan ke berbagai strategic investor yang memiliki keahlian di bidang yang ingin dikembangkan, misalnya asuransi jiwa. Kami bertekad memperbesar bisnis ini untuk kepentingan masyarakat Indonesia dan memberikan perlindungan yang menjadi marwahnya perusahaan asuransi,” lanjut perempuan yang senang berolahraga minimal tiga kali seminggu ini untuk menjaga kebugaran tubuhnya.
Masyita juga berperan aktif sebagai juru bicara Indonesia Investment Authority (INA) yang kehadirannya di Tanah Air membawa angin segar bagi perekonomian negara. INA adalah Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia, sebuah lembaga investasi sui generis yang melakukan ko-investasi dengan mitra investor, baik dalam maupun luar negeri. Tujuan investasi INA sebagai adalah mengelola aset domestik yang dianggap perlu untuk dilakukan pembangunan dan ini merupakan tabungan untuk anak cucu kita nanti.
Jadi, pendanaan INA adalah bersifat ekuitas. Investor dapat melakukan investasi melalui INA lewat dua jenis fund, master fund maupun thematic fund, misalnya fund khusus untuk jalan tol atau ESG. Selain itu, Masyita juga berperan sebagai sherpa dalam Koalisi Kementerian Keuangan untuk Perubahan Iklim dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjabat sebagai Co-Chairs bersama menteri keuangan Finlandia.
“Kegiatan dari koalisi ini memberikan wadah bagi menteri keuangan dari 75 negara untuk mendiskusikan berbagai isu terkait climate seperti sustainable finance, transisi energi ke arah net zero, climate financing, carbon market, dan streamlining climate policy dalam kehidupan sehari-hari. Ancaman perubahan iklim sangat riil, kenaikan suhu permukaan bumi dapat meningkatkan frekuensi bencana dan meningkatnya permukaan laut yang tentu dapat berdampak pada negara kelautan seperti Indonesia. Akibatnya, semua orang akan merasakan dampaknya secara ekonomi. Itulah sebabnya, pemerintah melakukan berbagai mitigasi dan membuat mekanisme pembiayaan yang baik untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Salah satunya menciptakan Pooling Fund Bencana, suatu wadah fund untuk mengatasi bencana yang dirancang dapat menampung dana dari berbagai sumber dari dalam maupun luar negeri,” tambah doktor di bidang Ekonomi dari Claremont Graduate University, Amerika Serikat ini.
Dana tersebut bisa diputar sehingga makin lama kian membesar dan menghasilkan interest rate yang juga dapat digunakan digunakan untuk mengatasi bencana. Berbagai aksi pemerintah untuk mendukung climate change termasuk pendanaan untuk transisi di design dilakukan, agar Indonesia dapat menjalani transisi hijau dengan adil dan terjangkau.
0 Comments