Pada Selasa, 6 September 2022, Masyita menghadiri “South-South Exchange: Integrating Gender Equality and Social INclusion in Climate Budgeting and Planning Processes & Innovative Climate Finance in the Asia Pacific Region“. Acara yang bertema mendukung keterlibatan aspek gender ini diselenggarakan oleh UNDP (United Nation Development Programme) dan UN Women melalui Climate Finance Network (CFN) yang melibatkan kementerian keuangan dari berbagai negara sebagai partisipan diskusi.
Dalam kesempatan ini, Masyita menyampaikan bagaimana ketidaksetaraan gender dan perubahan iklim menjadi tantangan yang harus dihadapi dewasa ini. Saat ini keduanya tidak dapat dipisahkan menjadi dua masalah yang berbeda, karena kedua tantangan ini memiliki keterkaitan yang erat. Laporan IPCC 2022 manyatakan bahwa kerentanan akibat perubahan iklim berhubungan dengan gender, etnisitas, pendapatan rendah, hingga kombinasi dari ketiganya.
Untuk itu, dalam perumusan pendanaan dalam penangana perubahan iklim, isu gender masih tetap harus menjadi bahan pertimbangan. Masyita menyampaikan salah satu kutipan – “we are the first generation to feel the impact of climate change and the last generation that can do something about it.” Menekankan bahwa dalam menangani perubahan iklim maupun ketidaksetaraan gender dibutukan komitmen dan pendanaan.
Saat ini, Indonesia bersama UNDP tengah membangun sebuah skema pendanaan iklim yang responsif pada isu gender. Di antaranya adalah pengembangan skema pendanaan seperti Dana Sesa dan Green Sukuk dengan mekanisme yang lebih inovatif. Diperlukan keterlibatan perempuan dalam proses ini guna menyampaikan masukan-masukan yang dapat meminimalisir ketidaksetaraan.
Untuk menjaga perempuan dan masyarakat miskin dari dampak perubahan iklim, pemerintah Indonesia telah melibatkan kebijakan yang responsif pada isu gender sejak 2018. Terdapat dua program utama yang dirancang untuk melindungi perempuan dari kerentanan ekonomi, yaitu Program Keluarga Harapan dan PNM Mekaar.