Daya beli masyarakat menjadi pilar utama dalam menjaga pemulihan ekonomi Indonesia pasca-pandemi Covid 19. Untuk itu, Pemerintah dihadapi oleh tantangan multi-dimensi baik dari global maupun domestik. Dalam memilih opsi kenaikan harga BBM, Pemerintah juga sangat mempertimbangkan kemampuan daya beli masyarakat.
Hal ini terungkap di sela-sela Forum Fristian, Rabu, 7 September 2022. Masyita yang hadir sebagai Staf Khusus Menteri Keuangan menggarisbawahi pentingnya daya beli masyarakat ini.
Diskusi bertajuk “BBM Subsidi Naik, Penggunaan Laik Dibatasi?” Ini dihadiri oleh Maman Abdurrahman (Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI), Didi Irawadi Syamsuddin (Anggora Fraksi Partai Demokrat DPR RI), Mohammad Faisal (Direktur Eksekutif CORE Indonesia), Trubus Rahadiansyah (Pengamat Kebijakan Publik), dan Fristian selaku moderator diskusi.
Tantangan terbesar datang dari sisi energi. Di mana akibat dari konflik geopolitik, disrupsi rantai suplai, inflasi, hingga pengetatan kebijakan moneter menjadikan besarnya gap harga minyak global dan domestik (Indonesia).
Selama ini, pemerintah telah menyokong masyarakat dengan subsidi BBM yaitu subsidi komoditas. Melalui mekanisme ini, subsidi menjadi tidak tepat sasaran. Karena 70% subsidi BBM dinikmati oleh golongan mampu dibandingkan dengan masyarakat yang termasuk pada 4 desil terbawah.
Untuk itu, pemerintah melakukan penyesuaian harga agar subsidi lebih tepat sasaran yaitu melalui targeted subsidy. Subsidi jenis ini diberikan kepada masyarakat rentan & miskin melalui tambahan anggaran subsidi sebesar Rp.24,17 Triliun.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah terus melakukan evaluasi pada pengumpulan database yang ada agar bantuan tetap tersalurkan dengan tepat sasaran untuk tetap menjaga daya beli masyarakat.
0 Comments