ISEAS Seminar: Indonesia’s Role in Global Climate Action

Pada pertengahan bulan Ramadhan, Masyita terbang mengunjungi negara tetangga, Singapura, untuk menjadi pembicara pada ISEAS Seminar yang diadakan oleh ISEAS Yusof Ishak Institute, Singapura. Kegiatan tersebut diperuntukkan kepada Climate Change in South Asia Programme dan Indonesia Studies Programme.

Dengan senang hati, Masyita berbagi kepada audiens mengenai perspektif Indonesia dalam melakukan aksi iklim dan bagaimana presensi Indonesia di tengah diskusi iklim global. Masyita menyampaikan pemaparannya dalam sesi yang dipimpin oleh Melinda Martinus pada 28 Maret 2024 lalu.

Negara Berkembang di Tengah Diskusi Iklim Global

Negara berkembang memiliki latar belakang dan sejarah yang berbeda dengan negara maju. Hingga saat ini, diskusi iklim global masih didominasi oleh pandangan negara maju. Padahal perspektif negara berkembang perlu menjadi bahan pertimbangan utama dalam diskusi iklim global.

Faktanya, negara berkembang dihadapi dua tantangan yang berbeda di saat yang bersamaan. Di kala negara maju memiliki perekonomian yang relatif lebih “stabil”, negara berkembang harus mendorong roda perekonomian lebih jauh lagi. Di saat yang bersamaan, negara berkembang perlu juga mewujudkan komitmen perubahan iklim.

Dua hal yang ada di depan mata negara berkembang tersebut tentu sangat menantang, terutama dari kacamata pendanaan. Tantangan ini dapat dijadikan kesempatan negara berkembang untuk lebih kreatif dalam membuka arus masuk pendanaan iklim. Hal ini semata-mata untuk membantu negara berkembang memenuhi komitmen aksi iklimnya.

Indonesia dan Komitmen Iklim

Sebagai negara berkembang, Indonesia sedikit banyak menghadapi apa yang dihadapi negara berkembang lainnya. Saat ini, Indonesia fokus untuk memaksimalkan perputaran roda ekonomi agar dapat menjadi negara maju di tahun 2045. Namun di saat yang bersamaan, Indonesia juga serius dalam menjalankan komitmen aksi iklim. Indonesia berkomitmen untuk mengurangi 31,89% emisi (secara mandiri) dan 43,20% (dengan bantuan internasional) pada tahun 2030.

Untuk mencapainya, Indonesia secara kreatif membentuk mekanisme-mekanisme pendanaan inovatif. Pendanaan inovatif yang dimaksud termasuk Sukuk Hijau, Obligasi Biru, dan mekanisme pendanaan lainnya. Selain itu, Indonesia turut merumuskan kebijakan fiskal terkait iklim.

Selain memperkuat proses dalam negeri, Indonesia turut meningkatkan presensi dalam diskusi iklim global. Saat ini Indonesia tengah aktif melakukan dialektika dalam diskusi iklim global. Dengan adanya perwakilan yang aktif menyuarakan perspektif negara berkembang, diharap komitmen iklim global dapat selalu mempertimbangkan negara berkembang.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pin It on Pinterest

Share This