Tulisan terdapat dalam Indonesia Economic Quarterly: Delivering Changes, Juli 2014. diakses melalui: [tautan] PDF diunduh melalui: [tautan]
Penerbit: World Bank Group, Juli 2014
Selama bergabung dengan World Bank, Masyita yang kala itu menjabat sebagai Ekonom Makro pada Tim Manajemen Makro-Fiskal, memberikan kontribusi sebagai penulis tim inti bagian A dalam publikasi “Indonesia Economic Quarterly, Juli 2014: Pilihan Sulit”, pada topik Perkembangan Ekonomi dan Fiskal Terkini.
Siaran Pers yang dirilis pada 22 Juli 2014,dapat dilihat pada tautan di sini.
***
Indonesia menghadapi berbagai pilihan sulit: Bank Dunia
Jakarta, 21 Juli 2014 – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 diproyeksikan sekitar 5,2 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan perkiraan pada Maret 2014, yakni 5,3 persen, demikian laporan terbaru Bank Dunia.
Edisi Juli 2014 Indonesia Economic Quarterly laporan utama perwakilan Bank Dunia di Indonesia, mengatakan, melemahnya harga komoditas dan pertumbuhan kredit merupakan factor utama yang dapat membatasi pertumbuhan PDB dalam waktu dekat. Defisit fiskal yang kian membesar menambah tantangan bagi pemerintahan baru yang akan dilantik pada bulan Oktober mendatang. Mengurangi risiko-risiko perlambatan pertumbuhan yang berkepanjangan akan membutuhkan pelaksanaan reformasi-reformasi yang mendesak, kata laporan tersebut.
“Indonesia akan memulai babak baru dari sejarahnya dan menghadapi berbagai pilihan kebijakan yang sulit. Dalam waktu dekat, mengatasi peningkatan tekanan fiskal dan menjaga keberlangsungan defisit transaksi berjalan sangat penting. Namun untuk mewujudkan tujuan jangka panjang seperti pertumbuhan diatas 6 persen dan pengurangan kesenjangan, reformasi struktural yang lebih dalam seperti reformasi kebijakan subsidi BBM dan investasi lebih banyak di bidang infrastruktur,sangat penting. Reformasi tersebut akan membantu pemerataan kemakmuran di negara yang besar ini,” kata Rodrigo A. Chaves, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia.
Salah satu pilihan sulit adalah mengatasi kerentanan fiskal. Depresiasi Rupiah dan naiknya harga minyak telah memperbesar defisit fiskal, karena peningkatan biaya subsidi energi. Melemahnya perolehan pendapatan negara juga memperbesar defisit fiskal. Total pendapatan negara terhadap PDB telah turun dari 16,3 persen pada tahun 2011, menjadi 15,3 persen pada tahun 2013.
“Membatasi defisitfiskalsebesar 2,4 persen dari PDB, seperti yang diproyeksikan dalam APBN-P 2014,akan sulit dilakukan terutama jika harga minyak terus meningkat. Langkah-langkah yang dapatmemperbaiki kualitas belanja melalui pengurangan subsidi BBM dan mencegah penurunan lebih lanjut dalam pendapatan pajak dan non-pajak akan dapat mengurangi tekanan defisit,” kata Ndiame Diop, Ekonom utama Bank Dunia untuk Indonesia.
Pemerintah baru juga akan menghadapi tantangan jangka panjang dalam mengatasi peningkatan ketimpangan. Tingkat kemiskinan yang tinggi telah berhasil ditekan selama dekade terakhir, namun terjadi peningkatan kesenjangan antara masyarakat yang kaya dan yang miskin. Pada tahun 2002, tingkat konsumsi dari 10 persen rumah tangga paling kaya adalah 6,6 kali lebih tinggi dibandingkan tingkat konsumsi 10 persen rumah tangga termiskin. Pada tahun 2013, perbandingan ini meningkat, kelompok terkaya mengkonsumsi 10 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok termiskin. Bahkan setelah bertahun-tahun, banyak pekerja belum berhasil meningkatkan pendapatannya, sehingga mereka terancam jatuh kembali dalam kemiskinan.
Peningkatan kesenjangan merupakan keprihatinan yang sangat serius. “Meningkatnya kesenjangan membawa risiko bagi pertumbuhan ekonomi dan kohesi sosial. Kebijakan-kebijakan pro-masyarakat miskin, seperti perbaikan infrastruktur di pedesaan, perluasan akses ke pendidikan yang berkualitas dan mobilitas pasar tenaga kerja,akan mampu meningkatkan pendapatan keluarga yang miskin dan rentan, serta membantu memerangi ketidaksetaraan, ” jelas Ekonom Utama Ndiame Diop.
Ketidaksetaraan merupakan salah satu fokus utama laporan Indonesia Economic Quarterly edisi Juli 2014. Laporan tersebut juga menyoroti dampak ekonomi akibat kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan Tengah.
0 Comments