Pada Jumat, 21 Oktober 2022 lalu, Masyita menghadiri kegiatan APEC Business Advisory Council (ABAC)-Sustainable Finance Development Network (SFDN) Roundtable di Bangkok, Thailand. Dalam kegiatan ini, Masyita berbagi panggung bersama Amanpreet Singh (Director, F5G Finance APAC, Asian Investment Banking Division, MUFG) dan Hideaki Imamura (Deputy Vice Minister of Finance for International Affairs, Ministry of Finance, Japan). Di dalam sesi ini, Masyita terlibat dalam diskusi mengenai peran kolaborasi publik dan swasta dalam mendukung pembiayaan berkelanjutan di bawah koordinasi APEC Finance Minister. Pada kesempatan yang sama, Arkhom Termpittayapaisith (Minister of Finance of Thailand) turut menyampaikan keynote speech di sesi selanjutnya.
Selama ini, transition activity atau aktivitas transisi dan transition finance atau transisi finansial umumnya dilihat sebagai aktivitas yang tidak dianggap “green”. Karena sering kali, aktivitas transisi maupun transisi finansial tidak secara langsung melakukan kegiatan yang masuk dalam kategori hijau. Hal ini menjadikan pendanaan untuk pelaksanaan aktivitas transisi maupun transisi finansial sulit diperoleh.
Namun faktanya, kegiatan yang dinilai tidak “hijau” ini memiliki peran yang esensial dalam mendukung terlaksananya transisi hijau. Contohnya adalah energy transition mechanism on phasing out coal. Aktivitas ini ditujukan untuk me-pensiunkan penggunaan energi batu bara. Aktivitas ini tidak masuk pada kategori “green”. Meskipun begitu, aktivitas ini akan membantu negara-negara dalam mewujudkan transisi hijau.
Untuk mencapai transisi hijau, diperlukan transition activity dan transition finance. Kedua hal ini diperlukan untuk menjadi sumber pendanaan proses transisi hijau. Jika transition activity dan transition finance tidak diterapkan, maka akan sulit bagi negara-negara, terutama bagi negara-negara berkembang, untuk melakukan transisi hijau.
Transisi hijau perlu dilakukan untuk membantu negara-negara di dunia mencapai targetnya. Indonesia memiliki komitmen untuk menjalankan Paris Agreement. Bahkan, komitmen itu diperkuat oleh Indonesia dengan meningkatkan target pengurangan emisi gas rumah kaca. Pada Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia yang diserahkan pada tahun 2021, target pengurangan produksi emisi gas rumah kaca Indonesia adalah 29% secara mandiri dan 41% dengan bantuan Internasional. Target ini ditingkatkan pada NDC Indonesia yang diserahkan pada tahun 2022. Pada Enhanced NDC, target pengurangan produksi emisi gas rumah kaca Indonesia adalah 31,98% secara mandiri dan 43,2% dengan bantuan global.