Sumber Berita dari marketplus.co.id.{tautan]
Marketplus.co.id – Bersiap menyambut tahun 2020, KATADATA bekerja sama dengan CEO Indonesia mengajak para ekonom, pakar politik dan pelaku bisnis berdiskusi tentang proyeksi ekonomi dan politik Indonesia di tahun 2020. Kepala Staf Kepresidenan Republik Indonesia, Moeldoko, menjelaskan visi Presiden Joko Widodo untuk Indonesia Maju yaitu:
- Indonesia yang tidak ada satupun rakyatnya tertinggal untuk meraih cita-cita
- Indonesia yang demokratis, yang hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh rakyat
- Indonesia yang setiap warga negaranya memiliki hak yang sama di depan hukum
- Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kelas dunia
- Indonesia yang mampu menjaga dan mengamankan bangsa dan negara dalam dunia yang semakin kompetitif
Pertama, untuk bisa menjadi negara kaya di 2045, Indonesia harus tumbuh di atas 5,5%. Hal ini hanya bisa dicapai jika mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia diperbaharui. Saat ini perekonomian Indonesia masih sangat bergantung pada sektor komoditas dan sektor-sektor dengan nilai tambah rendah. Sektor manufaktur, yang biasanya menjadi mesin pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara yang berhasil mengakselerasi pertumbuhan ekonomi seperti Korea Selatan dan Tiongkok, tumbuh sekitar 4% selama beberapa tahun terakhir, di bawah pertumbuhan ekonomi. Untuk bisa tumbuh lebih tinggi revitalisasi sektor manufaktur sangat penting untuk dilakukan segera, dan dikhususkan untuk sektor dengan nilai tambah yang tinggi.
Selain itu, sektor yang perlu dikembangkan adalah sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi. Terutama karena setiap tahun ada tiga juta tenaga kerja baru yang perlu pekerjaan.
Perubahan nomenklatur Kementerian Koordinator Kemaritiman menjadi Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi sejalan dengan visi utama Jokowi dari lima tahun lalu, untuk tidak lagi memunggungi laut. Visi tersebut masih terus menjadi prioritas di periode kedua ini. Indonesia perlu menciptakan terobosan agar menjadi poros maritim dunia. Perbaikan infrastruktur untuk menurunkan biaya logistik dengan konektivitas antar pulau adalah fokus pemerintah yang berada di bawah koordinasi Kementerian Kemaritiman, hal tersebut cukup baik jika dihubungkan dengan koordinasi investasi, sehingga hubungan antara prioritas pembangunan dan realisasi investasi dapat terpelihara dengan baik. Selama ini Kementerian Kemaritiman di bawah Pak Luhut sudah membuka beberapa peluang investasi, salah satunya terkait dengan Belt and Road Initiative agar Indonesia masuk ke dalam jalur sutra modern. Konektivitas antar pulau perlu dikembangkan dengan baik untuk menurunkan biaya logistik secara keseluruhan.
Masyita juga melihat bahwa tantangan terbesar yang dihadapi Jokowi adalah terus melakukan reformasi, baik infrastruktur maupun infrastruktur lunak (kemudahan berbisnis). Tantangan lainnya adalah menemukan mesin ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan di atas potensi sebesar 5% (manufaktur, nilai tambah yang lebih tinggi, diversifikasi jauh dari ekonomi berbasis komoditas), sambil mempertahankan stabilitas Rupiah (CAD berkorelasi positif dengan pertumbuhan karena kandungan impor ekspor dan investasi cukup besar).
Dengan permintaan domestik yang stabil, Indonesia dapat dengan mudah tumbuh di sekitar 5%. Meskipun yang menjadi tantangan adalah meningkatkan potensi pertumbuhan ke target pemerintah sebesar 6%. Dalam jangka pendek, pertumbuhan global yang melambat mungkin berdampak pada pertumbuhan Indonesia, namun melihat pertumbuhan 1H19, stabilitas pertumbuhan Indonesia relatif lebih baik dibandingkan dengan Emerging Market Asia lainnya. Sayangnya, Indonesia belum menerima pengalihan produksi dari perang dagang, yang dapat menjadi terbalik bagi beberapa negara di Asia seperti Taiwan dan Vietnam.
Risiko utama dalam jangka pendek adalah terus menurunnya harga komoditas, pertumbuhan investasi swasta yang lambat (proyek infrastruktur pemerintah telah mendorong pertumbuhan dalam empat tahun terakhir). Sedangkan dalam jangka menengah, untuk tumbuh di atas potensi, Indonesia perlu mengembangkan mesin pertumbuhan yang solid (sektor manufaktur, sektor bernilai tambah lebih tinggi, kurang bergantung pada produksi komoditas mentah).
Sementara itu, Yunarto Wijaya, Direktur Eksekutif Charta Politika, berpendapat bahwa tidak ada korelasi langsung antara peristiwa politik terhadap pencapaian ekonomi. Faktor politik domestik tidak memberikan pengaruh besar terhadap kondisi ekonomi Indonesia, kecuali konflik berkepanjangan seperti perang dunia. Yunarto menilai Indonesia masih sangat jauh dari suatu keadaan dimana kondisi politik mempengaruhi kondisi ekonomi. Namun Yunarto melihat tantangan stabilitas politik 2020 akan sedikit berat karena adanya 270 pilkada. Selain itu, Yunarto juga memprediksi Kecenderungan wibawa politik Jokowi akan memudar di tahun kedua karena adanya kecenderungan bagi mereka tidak takut lagi, sedangkan dulu saat periode pertama mereka melihat Jokowi masih bisa maju lagi menjadi presiden 2019-2024. Oleh karena itu tantangan politik bagi Jokowi adalah mengelola stakeholder, para birokrat, dan menteri-menteri agar loyalitasnya tidak memudar.
Bagi investor asing dan prospek bisnis asing, Masyita menilai bahwa posisi Indonesia di mata investor masih sangat baik, potensi ekonomi negara yang merupakan ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan populasi besar dan masih mendapat manfaat dari dividen demografis. Pandangan Kepala Ekonom DBS Indonesia, IDR cenderung stabil hingga akhir tahun dengan asumsi aliran modal dan neraca perdagangan stabil. Rupiah diprediksi akan tetap sekitar 14.200-14.400 dan sedikit terdepresiasi pada tahun 2020 karena percepatan pembangunan infrastruktur dibandingkan 2019.