Ada yang udah pernah baca bukunya Bill Gates, yaitu “How to Avoid Climate Disaster”? Dalam edisi bahasa Indonesia, buku ini diterbitkan oleh Gramedia dengan judul yang sama “How to Avoid Climate Disaster: Solusi Yang Kita Miliki dan Terobosan Yang Kita Perlukan”.
Dalam ini, Bill Gates bercerita bahwa ada dua angka yang perlu diketahui mengenai perubahan iklim yaitu Lima Puluh Satu Miliar (51 Miliar) dan Nol (0). 51 Miliar adalah jumlah gas rumah kaca (GRK) dalam ton yang kita hasilkan saat ini. Dan, angka 0 adalah tiadanya GRK. Suatu keadaan yang harus kita tuju. Selama manusia menghasilkan GRK, temperatur akan terus naik dan kita perlu menciptakan serta menggunakan teknologi terobosan yang bisa membawa kemajuan. Tapi, tidak bisa juga seketika semua hal yang menghasilkan gas rumah kaca langsung ditiadakan atau di-divestasi-kan. Contohnya, 1,4 miliar penduduk India menyalakan lampu untuk belajar dari listrik yang PLTU-nya bersumber dari batubara. Menghilangkan PLTU berarti menghilangkan kesempatan belajar bagi 1,4 miliar pendudukan India.
Mengapa Nol?
Kenaikan suhu bumi 1 atau 2 derajat dapat berakibat fatal. Kenaikan ini menyebabkan banyak masalah melebihi yang kita pikirkan. Perbedaan kenaikan 1.5 atau 2 derajat tidak berarti menyebabkan 30 persen lebih buruk. Tapi, bisa jadi 2 kali lebih buruk. Misalnya, masyarakat dunia akan 2 kali lebih sulit dalam mengakses air bersih. Bahkan, setelah kita mencapai angka 0, kita akan tetap hangat dalam waktu yang lama. Kerusakan ekonomi akibat perubahan iklim (climate change) sama dengan pandemi Covid-19 yang terjadi setiap 10 tahun. Seberapa Banyak 51 Miliar Ton? Ternyata bepergian dengan kendaraan bermotor bukanlah penghasil utama GRK. Bepergian dengan kendaraan bermotor hanya menghasilkan 16 persen dari 51 Miliar GRK yang dihasilkan. Membuat sesuatu seperti semen, besi, dan plastik menyumbang 31 persen dari 51 Miliar ton yang kita hasilkan
Bagaimana Kita Menghasilkan Listrik? 27% dari 51 Miliar
Listrik adalah salah satu penyumbang terbesar GRK. Produksi listrik dunia menyumbang 27 persen dari 51 Miliar GRK. Namun, di dunia ini masih terdapat 860 juta orang yang masih tak memiliki akses listrik. Energi nuklir adalah satu-satunya energi bebas karbon yang bisa menghasilkan tenaga dengan andal siang malam. Baik di musim dingin maupun panas. Sulit men-dekarbonisasi listrik dengan tarif terjangkau tanpa menggunakan lebih banyak nuklir. Namun, sudah rahasia umum juga bahwa nuklir punya beberapa masalah. Salah satunya adalah biaya pembangunan yang sangat mahal dan limbahnya sulit disimpan. Kecelakaan terkenal seperti Chernobyl dan Fukushima bukanlah alasan untuk berhenti mencoba alternatif ini. Kita dapat bekerja mengatasi masalah-masalah yang pernah timbul itu.
Bagaimana Kita Membuat Barang? 31% dari 51 Miliar
Pembuatan 1 ton baja menghasilkan 1,8 ton CO2. Produksi baja, semen dan plastik berkontribusi 31 persen dari 51 miliar setiap tahunnya. Selain menghentikan sektor-sektor pembuatan bahan-bahan ini, kita tidak punya pilihan lain untuk menghindari emisi, kecuali ada teknologi penangkap karbon. Namun, dilemanya adalah pembangunan infrastruktur di banyak negara terutama negara miskin dan berkembang memerlukan produk-produk ini.
Baca juga: Mengenal Dana Bagi Hasil
Bagaimana Kita Menghasilkan Makanan? 19% dari 51 Miliar
Ternak hewan untuk produksi makanan adalah salah satu penyumbang besar emisi GRK. Lalu di bidang pertanian, masalah terbesar bukan dari CO2 tetapi dari Metana dan Dinitrogen Oksida. Total sumbangan sektor ini adalah 19 persen dari 51 miliar per tahun. Secara keseluruhan, pupuk bertanggungjawab atas kira-kira 1,3 miliar ton GHG (green house gas) pada 2010. Sayangnya, hingga saat ini belum ada alternatif praktis 0 karbon bagi pupuk. Diperlukan banyak gagasan baru terutama cara baru memupuk tumbuhan, beternak dan membuang lebih sedikit sampah makanan.
Baca juga: Menyongsong Pertumbuhan Ekonomi 8% di Indonesia, Mungkinkah?
Membiasakan Diri Dengan Dunia Yang Lebih Hangat
Orang kaya dan kelas menengah menyebabkan sebagian besar perubahan iklim. Orang-orang miskin yang paling menderita paling banyak karena perubahan iklim. Mereka layak dibantu dunia, dan mereka perlu lebih banyak bantuan daripada yang didapat sekarang. Sebagian besar populasi dunia kini tinggal di perkotaan. Kota-kota perlu mengubah cara tumbuh. Kita juga sebaiknya memperkuat pertahanan alami, seperti melestarikan hutan untuk menyimpan dan mengatur air. Kedepannya kita akan memerlukan lebih banyak air minum daripada yang bisa kita pasok. Selagi air di danau dan air tanah menyusut dan tercemar, semakin sulit menyediakan air minum. Tak dapat dipungkiri bahwa untuk mendanai mitigasi dan adaptasi perubahan iklim kita memerlukan dana yang tidak sedikit.
Baca juga: Menimbang Untung-Rugi Indonesia Gabung BRICS dari Sudut Ekonomi Hijau
Rencana Mengejar Nol Inovasi-inovasi sebagai model baru dalam Hukum Penawaran dan Permintaan.
Inovasi-inovasi yang dilakukan harusnya bukan hanya soal menciptakan mesin atau proses baru, namun inovasi-inovasi juga mencakup pendekatan model baru. Selain itu, memperluas pasokan dalam inovasi perubahan iklim, seperti dengan meningkatkan anggaran penelitian dan pengembangan terkait perubahan iklim. Untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, negara-negara di dunia juga dapat menetapkan harga karbon.
Menetapkan harga emisi adalah satu hal paling penting yang bisa kita lakukan. Dalam jangka pendek, manfaat penetapan harga karbon adalah memberitahu Pasar bahwa akan ada biaya ekstra terkait produk-produk yang menghasilkan GRK. Selain itu, meningkatkan standar-standar terkait konsumsi produk-produk yang ramah lingkungan juga diperlukan. Misalnya, menaikkan standar dalam penggunaan listrik. Gagasannya adalah mewajibkan perusahaan listrik mendapatkan sebagian listrik dari sumber terbarukan. Atau, menaikkan standar bahan bakar bersih.
Mempertinggi standar bahan bakar bersih yang diterapkan di sektor transportasi bakal mempercepat pengerahan mobil listrik. Mengubah standar produk-produk yang menggunakan baja, semen dan plastik juga bisa membantu mempercepat peralihan dari produk-produk intensif karbon ini. Itulah yang disampaikan Bill Gates dalam buku ini. Menurut kamu, apakah hal tersebut realistis? Atau, yang disampaikan Bill Gates hanya sekedar utopia?
Baca juga: Mengenal Pasar Karbon dan Potensinya di Indonesia