Ada Apa dengan Perppu?

Baru-baru ini pemerintah, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020 tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk mempercepat kebijakan pemerintah dalam mengatasi dampak wabah Covid-19.

Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa, “Perppu dijadikan sebagai landasan hukum untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan kesehatan dan keselamatan masyarakat, membantu masyarakat dan dunia usaha terdampak, serta tetap menjaga stabilitas sektor keuangan”. Sudah lama dunia tidak mengalami isu pandemi yg demikian dahsyat sejak Spanish Flu tahun 1918. Dalam menghadapi ini, banyak negara yang sudah bereaksi dengan mengeluarkan stimulus besar-besaran, baik dari sisi fiskal maupun moneter.

Perppu dibutuhkan untuk memberi ruang bagi anggaran agar bisa lebih dinamis dalam menghadapi kondisi yang di luar semua perkiraan semua orang ini. Sebagai contoh, untuk melakukan realokasi anggaran antarprogram dalam Unit Eselon I di satu Kementerian atau Lembaga (K/L), membutuhkan persetujuan DPR. Begitu pula dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Perlu persetujuan dari DPRD untuk melakukan switching anggaran dari satu program anggaran ke program anggaran lainnya. Tentu maksud awal dari sistem seperti ini adalah menjaga good governance dalam pengelolaan keuangan negara. Namun, bisa dibayangkan kesulitan yang akan dihadapi untuk merealokasi anggaran perjalanan dinas dari satu direktorat ke program di direktorat lainnya. Misalnya, pengalihan dana antardirektorat untuk penangangan Covid-19 akan melewati prosedur yang panjang karena harus dengan persetujuan legislatif. Sementara kecepatan dalam melakukan refokusing dan realokasi anggaran kepada program prioritas juga sangat urgent untuk dilakukan.

Selain itu, Indonesia selama ini menganut disiplin fiskal dimana defisit dipatok maksimal hanya tiga persen. Kebijakan ini secara baik di jalankan Indonesia. Menkeu Sri Mulyani Indrawati terkenal prudent dalam penanganan fiskal. Namun, di tahun ini, tekanan terhadap budget pemerintah sangat besar. Baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran. Sebagai baseline, realisasi defisit tahun 2019 adalah 2.2%. Bisa dibayangkan bahwa tahun ini, defisit sudah pasti lebih lebar dari 2.2% karena penerimaan pajak pasti turun karena penurunan aktivitas ekonomi. Di sisi lain, sisi pengeluaran juga meningkat untuk penanganan Covid-19. Oleh karena itu, perlu adanya kelonggaran dalam pengelolaan keuangan negara dalam merespon kondisi darurat Covid-19. Perppu No. 1/2020 memberi ruang tersebut dengan mekanisme turunan termasuk dalam segi pengawasan yang akan diatur kemudian.

0 Comments

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Pin It on Pinterest

Share This