Kamis, 2 Maret 2023, Masyita melakukan penerbangan ke Tokyo, Jepang untuk mengikuti kegiatan 9th AMRO-IMF Joint Seminar pada Jumat, 3 Maret 2023. Kegiatan yang diselenggarakan oleh ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) dan International Monetary Fund (IMF) bertujuan untuk melakukan diskusi mengenai ASEAN+3 Regional Economic Outlook 2023. Pada hari pelaksanaan, diskusi terbagi menjadi dua sesi.
Pada sesi pertama, diskusi memuat tema Asia and the Growing Risk of Geoeconomic Fragmentation. Akihiko Yoshida (Director of the Regional Office for Asia and the Pacific of IMF) memimpin sesi sebagai chair dan ditemani oleh panelis pembicara yaitu Diego Cerdeiro (Senior Economist of IMF), Siddarth Kothari (Senior Economist of IMF), dan Chris Redl (Economist of IMF) secara virtual.
Masyita memiliki kesempatan untuk melakukan intervensi di sesi kedua dengan topik pembahasan AREO 2023 Thematic Chapter: ASEAN+3 On the Road to Net Zero. Pada sesi ini, Tan Ling Hui (Regional Surveillance Group Head and Lead Economist of AMRO) memimpin sesi dengan Marthe Hinojales (Economist, Regional Surveillance of AMRO) sebagai pembicara.
Keseriusan Indonesia Transisi Menuju Emisi Nol
Pada kesempatan intervensi tersebut, Masyita menyampaikan ambisi dan keseriusan Indonesia dalam mengejar emisi nol sebagai bagian dari ASEAN+3. Indonesia melihat bahwa rencana untuk menghadapi perubahan iklim tidak bisa sekenanya saja, melainkan harus lebih ambisius terutama dalam melakukan aksi dan sisi pendanaan. Masyita membagikan ambisi Indonesia yang tertuang dalam Enhanced NDC dengan adanya peningkatan target pencapaian reduksi emisi. Yaitu 31,89% dengan usaha sendiri dan 43,20% dengan dukungan internasional.
Masyita juga menyampaikan pandangan Indonesia pada penerapan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sebagai instrument kebijakan yang bisa mendukung transisi ekonomi menuju karbon netral. Di tahun 2021, Indonesia berhasil mengeluarkan Peraturan Presiden 98/2021 mengenai NEK sebagai basis dari implementasi harga karbon. Sebagai permulaan, implementasi dimulai dengan menerapkan pajak karbon untuk mengelola jumlah pengeluaran karbon yang berlebihan.
Pembangunan energi terbarukan juga menjadi salah satu upaya yang dilakukan Indonesia untuk menuju emisi nol. Sejak 2011 hingga 2021, kapasitas pembangkit dari energi terbarukan telah tumbuh 6,4% per-tahunnya. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk menjadikan 24,8% pembangkit listrik berasal dari energi terbarukan pada tahun 2030. Untuk mendukung ekosistem transportasi yang ramah lingkungan, Indonesia juga memiliki cita-cita untuk menggunakan 400.000 unit mobil listrik pada tahun 2025 dan 5,7 juta unit pada 10 tahun berikutnya.
Tidak hanya mengurangi dan membangun yang baru, Indonesia juga melihat bahwa transisi menuju perekonomian yang lebih hijau turut mengambil peran pennting. Untuk itu, Indonesia tengah merumuskan dan akan menjalankan ETM (Energy Transition Mechanism) yang dimulai dengan perilisan ETM Country Platform. Langkah ini menunjukkan kesiapan Indonesia untuk memanfaatkan sumber pendanaan sektor energi yang dapat diandalkan dan terjangkau. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang kuat, naun juga komitmen pada perubahan iklim.